SEJARAH
Fingerboards pertama kali dibuat sebagai mainan buatan sendiri pada 1970-an dan kemudian menjadi hal yang baru yang melekat pada gantungan kunci di toko-toko skate (tetapi juga disebutkan sebagai model untuk skateboard.) Pada tahun 1985 fingerboard buatan sendiri itu dikuasai, beberapa orang menganggap ini rekaman fingerboard paling awal yang tersedia untuk konsumsi publik. Fingerboard buatan sendiri dibangun dari karton, kopi Stirrers, dan Hot Wheels as roda.
Fingerboards perifer telah menjadi bagian dari industri skateboarding sejak akhir 1980-an dan pada awalnya dipasarkan sebagai gantungan kunci.
Meskipun hampir tidak "rideable," mereka diperbaiki oleh Deck Tech merek yang diproduksi massal sebuah "rideable" miniatur skateboard. Berlisensi hiburan pertama diperkenalkan oleh fingerboards Bratz Mainan, dirilis melalui berbasis di Hong Kong perusahaan mainan bernama Prime Time Mainan, dan dirancang oleh Pangea, perusahaan yang membantu mengembangkan Teenage Mutant Ninja Turtles baris mainan Playmates Toys. Desain itu dimanfaatkan dari properti hiburan seperti "Speed Racer," "Woody Woodpecker", "NASCAR," "Heavy Metal," dan "Crash Bandicoot." Papan berlisensi mengemudikan Tech Deck lisensi merek ke merek perkotaan yang kuat, bukan sekadar menciptakan desain mereka sendiri. Pada akhir 1990-an, sebagai fingerboards menjadi lebih menonjol di luar komunitas skateboard, X-Konsep 'Tech Decks berlisensi "pro aktual grafis dari merek papan luncur utama" naik "fingerboard 1999 gelombang tepat ke Wal-Mart dan toko besar lainnya."
referensi: Fingerboard
PLAY IT!
Fingerboards pertama kali dibuat sebagai mainan buatan sendiri pada 1970-an dan kemudian menjadi hal yang baru yang melekat pada gantungan kunci di toko-toko skate (tetapi juga disebutkan sebagai model untuk skateboard.) Pada tahun 1985 fingerboard buatan sendiri itu dikuasai, beberapa orang menganggap ini rekaman fingerboard paling awal yang tersedia untuk konsumsi publik. Fingerboard buatan sendiri dibangun dari karton, kopi Stirrers, dan Hot Wheels as roda.
Fingerboards perifer telah menjadi bagian dari industri skateboarding sejak akhir 1980-an dan pada awalnya dipasarkan sebagai gantungan kunci.
Meskipun hampir tidak "rideable," mereka diperbaiki oleh Deck Tech merek yang diproduksi massal sebuah "rideable" miniatur skateboard. Berlisensi hiburan pertama diperkenalkan oleh fingerboards Bratz Mainan, dirilis melalui berbasis di Hong Kong perusahaan mainan bernama Prime Time Mainan, dan dirancang oleh Pangea, perusahaan yang membantu mengembangkan Teenage Mutant Ninja Turtles baris mainan Playmates Toys. Desain itu dimanfaatkan dari properti hiburan seperti "Speed Racer," "Woody Woodpecker", "NASCAR," "Heavy Metal," dan "Crash Bandicoot." Papan berlisensi mengemudikan Tech Deck lisensi merek ke merek perkotaan yang kuat, bukan sekadar menciptakan desain mereka sendiri. Pada akhir 1990-an, sebagai fingerboards menjadi lebih menonjol di luar komunitas skateboard, X-Konsep 'Tech Decks berlisensi "pro aktual grafis dari merek papan luncur utama" naik "fingerboard 1999 gelombang tepat ke Wal-Mart dan toko besar lainnya."
referensi: Fingerboard
PLAY IT!
Jika dilihat sepintas, memang tidak ada yang istimewa dengan apa yang mereka sibukkan, hanya menggores, membolak-balik, memutar dan sesekali meloncat-loncatkan papan kecil beroda di sebuah lintasan papan luncur 'mini' yang desainnya serupa dengan skate board park yang sering kita lihat dilayar televisi.
Namun, komunitas papan jari Indonesia atau nge'trend' disebut Fingerboard ini, tidak hanya sekadar memutar dan melempar papan mini mereka, karena, jika kita membidik dengan lebih jeli, papan sepanjang 10 cm tersebut merupakan sebuah miniatur skateboard (papan luncur) lengkap dengan dan keempat rodanya.
Teknik loncatan demi loncatan dengan kedua jari (jari tengah dan jari telunjuk) mereka merupakan teknik-teknik dan istilah serupa yang digunakan oleh para pemain skateboard dalam menunjukkan aksinya.
"Cuma bedanya kalau main ini tanpa perlu nyali, kalau skateboard kan selain skill juga butuh nyali, cuma itu aja sih bedanya," kata Angga Panda pendiri komunitas Fingerboard Indonesia seraya menambahkan kedua jari yang digunakan ibarat kedua kaki yang berpijak pada sebuah skateboard.
Menurutnya, permainan jari ini mempunyai keunikan tersendiri karena setiap teknik loncatan mempunyai tingkat kesulitan yang sama ketika diterapkan pada papan luncur. Bahkan untuk menyempurnakan teknik tersebut perlu panduan dari video ataupun sharing dan latihan bersama-sama dengan teman-teman komunitas.
"Hampir rata-rata seluruh teknik yang ada dalam skateboard bisa juga diterapkan di fingerboard namun satu yang belum mungkin dilakukan adalah teknik flip spin (berputar di udara)," tambah Angga.
Ia menjelaskan, spin yang dimaksud adalah berputar di udara hingga 360 derajat, karena, jika menggunakan tangan, mustahil bisa melakukan 360 derajat. Lain halnya dengan teknik spin dalam skateboard yang menggunakan seluruh anggota badan untuk melakukan teknik ekstrem yang satu ini.
Satria, salah satu anggota komunitas Fingerboard, yang juga merupakan pemain skateboard mengatakan, kedua permainan tersebut memiliki tantangan yang berbeda sehingga timbul sensasi yang berbeda pula ketika melakukan masing-masing permainan tersebut.
"Paling-paling mencoba membiasakan jari-jari untuk bergerak layaknya sepasang kaki. Intinya, teknik pop (tendangan) ataupun flip-nya sama dengan skateboard. Factor kesulitan semacam itulah yang membuat orang addict," ungkap Satria.
Foto: Novriyadi/TNOLBaginya, permainan Fingerboard menawarkan beragam kemudahan yang tidak ia dapatkan dalam permainan skateboard, antara lain permainan yang portable atau bisa dilakukan di mana saja tidak terpengaruh cuaca, tidak terlalu lelah karena menyesuaikan kemampuan fisik seseorang serta minim resiko cidera.
"Teknik pembelajarannya, sama dengan skateboard tapi kalau skateboard diawali dengan meluncur di atas papan baru belajar Ollie (loncatan), kalau Fingerboard langsung aja belajar Ollie," terang Satria.
Foto: Novriyadi/TNOLSelain itu, katanya, jenis permainan ini terbilang cukup murah, karena, harga fingerboard berkisar antara Rp100.000, keatas serta untuk mendapatkannya tergolong mudah di Jakarta. "Namun, selera orang masing-masing, jadi ada yang kadang memodifikasi fingerboard mereka untuk lebih nyaman dan enak dimainkan. Kalau produk impor paling mahal bisa sampai Rp1,8 juta."
Komunitas yang pada 2008 lalu hanya beranggotakan 40 orang, saat ini telah mampu menjaring sekitar 2000-an orang se-nusantara yang tergabung dalam Facebook mereka (Fingerboard Indonesia). Salah satu ruko dikawasan Bulungan, Jakarta juga menjadi tempat nongkrong favorit mereka karena menyediakan 'fingerboard park' sebagai ajang berlatih ataupun 'kongkow-kongkow'.
referensi: Fingerboard
Namun, komunitas papan jari Indonesia atau nge'trend' disebut Fingerboard ini, tidak hanya sekadar memutar dan melempar papan mini mereka, karena, jika kita membidik dengan lebih jeli, papan sepanjang 10 cm tersebut merupakan sebuah miniatur skateboard (papan luncur) lengkap dengan dan keempat rodanya.

"Cuma bedanya kalau main ini tanpa perlu nyali, kalau skateboard kan selain skill juga butuh nyali, cuma itu aja sih bedanya," kata Angga Panda pendiri komunitas Fingerboard Indonesia seraya menambahkan kedua jari yang digunakan ibarat kedua kaki yang berpijak pada sebuah skateboard.

"Hampir rata-rata seluruh teknik yang ada dalam skateboard bisa juga diterapkan di fingerboard namun satu yang belum mungkin dilakukan adalah teknik flip spin (berputar di udara)," tambah Angga.

Satria, salah satu anggota komunitas Fingerboard, yang juga merupakan pemain skateboard mengatakan, kedua permainan tersebut memiliki tantangan yang berbeda sehingga timbul sensasi yang berbeda pula ketika melakukan masing-masing permainan tersebut.
"Paling-paling mencoba membiasakan jari-jari untuk bergerak layaknya sepasang kaki. Intinya, teknik pop (tendangan) ataupun flip-nya sama dengan skateboard. Factor kesulitan semacam itulah yang membuat orang addict," ungkap Satria.

"Teknik pembelajarannya, sama dengan skateboard tapi kalau skateboard diawali dengan meluncur di atas papan baru belajar Ollie (loncatan), kalau Fingerboard langsung aja belajar Ollie," terang Satria.

Komunitas yang pada 2008 lalu hanya beranggotakan 40 orang, saat ini telah mampu menjaring sekitar 2000-an orang se-nusantara yang tergabung dalam Facebook mereka (Fingerboard Indonesia). Salah satu ruko dikawasan Bulungan, Jakarta juga menjadi tempat nongkrong favorit mereka karena menyediakan 'fingerboard park' sebagai ajang berlatih ataupun 'kongkow-kongkow'.
referensi: Fingerboard
